Srawung Coffee House adalah warung kopi yang terletak di Kecamatan Watulimo, dekat Pasar Sebo ke arah Timur. Warung kopi ini dibangun dengan mengambil konsep garden yang memadukan view klasik non permanen.
Semangat yang dibangun adalah untuk mengumpulkan orang-orang sekitar untuk duduk bersama-sama dan membahas isu-isu strategis, dalam istilah jawa semangat ini disebut dengan kata serawung (berkumpul).
Sebenarnya niat untuk membangun warung kopi ini lebih pada mimpi untuk membuat tempat yang bebas untuk beraktivitas positif antar kawan. Mengingat, yang membangun tempat ini adalah mereka-mereka yang kerap berkumpul di rumahnya Roin J. Vahrudin, veteran penulis nggalek.co yang juga mantan ketua Niponk.
Namun soal cerita bagaimana mereka sampai berniat membangun Srawung Coffee House sangat jauh dari soal hitung-hitungan kapitalis atau bisnis belaka. Jauh dari pada itu, bahkan untuk membangun tempat ini awalnya mereka tidak memiliki modal sepeserpun.
Adalah Rifky (pendiri brand coffe-in yang juga pernah membuat kopi Sengunglung yang tidak jelas kabarnya sekarang) pada awalnya bertemu dengan sekawanan Roin J vahrudin, Kawuk (sumpah nama aslinya saya tidak tahu), Andi Endok dan Peci. Mereka ini (antara Rifky dan sekawanan tadi) tidak bertemu jika tanpa perantara Mas Trigus. Karena memang awalnya saya yang mengenalkannya.
Pertemuan mereka itu kemudian secara alami melahirkan sebuah gagasan untuk membuat sesuatu yang real. Misalnya Roin J. Vahrudin, dia tipikal orang bisnis tapi jiwanya besar pada pergerakan (aktivis), itulah yang menyebabkan bisnisnya tidak bisa besar karena jiwa kapitalismenya terhalang jiwa idealisnya.
Kawuk, Peci, Andy justru memiliki jiwa petani yang senang sekali berbicara masalah pertanian, namun sudah seperti halnya petani-petani di sekitarannya, mereka hanya suka menanam namun hampir jarang berbicara pergerakan. Petani tanpa pergerakan hanya menjadi makanan strategis bagi para tengkulak, oleh sebab itu banyak petani yang sampai detik ini tidak mampu berdikari dengan hasil pertanian mereka sendiri.
Memang sudah seharusnya jika para petani belajar bagaimana cara membangun pergerakan yang alami lagi orisinal, bukan sekedar belajar membuat gapoktan atau kelompok tani pada umumnya, namun lebih pada persatuan yang saling melindungi. Katakanlah seperti pergerakan Serikat Petani Pasundan (SPP) yang semakin membesar dan berdaulat oleh persatuannya tersebut.
Oh ya, berbicara soal Rifky, dia anak muda yang banyak dicekoki ide-ide bisnis dari buku "cara instan menjadi kaya" maupun hal ihwal tentang jaringan MLM yang sebenarnya juga tidak bisa ia terapkan dengan mudah, meski jiwanya kapitalis ia masih berkeinginan untuk membuat jaringan bisnis bersama.
Ada lagi dua nama yang turut serta dalam perdiskusian yang mereka lakukan, yaitu Marvin dan Dade. Dade adalah yang paling muda di antara mereka, yang dulunya menjadi kalah-kalahan ketika berdebat, mungkin sejauh ini, orang yang paling kuat di antara mereka menerima pembulyan adalah Dade. Meski kini ia sudah berubah menjadi lebih banyak mendengar dan menerapkan ide-ide yang berhasil ia serap dari orang lain.
Satu lagi Marvin, orang yang suka sekali udur-uduran dengan Dade, bahkan dengan yang lain, ia tipikal orang yang keras kepala dan sak karepe dewe. Meski demikian ke depan saya berasumsi bahwa ia akan kesulitan membuktikan apa-apa yang ia ucapkan sebelumnya, kecuali ia benar-benar ingat apa yang pernah ia ucapkan dan ia komitmenkan bersama teman-temannya dan benar-benar memberi pembuktian. Memang secara teknis, ia pernah di didik menjadi pencari informasi ketimbang diajari berpikir konseptor.
Hal yang unik dari perpaduan manusia-manusia ini kemudian menghasilkan sesuatu yang berkesan, hasil dari hubungan yang intens menjadikan mereka memiliki visi yang sama untuk membuat gagasan bisnis semi pergerakan, konsep warung kopi tema garden bernama Srawung berhasil mereka internalisasi lagi dibahas menjadi sebuah konsep bisnis yang menarik.
Oh ya belum sampai di situ, ketika mereka memutuskan untuk membuat warung kopi, mereka belum memiliki modal, modal mereka hanya semangat yang meskipun dilogis-logiskan sebenarnya tidak logis sama sekali.
Saya lebih senang menyebut mereka sedang mengalami masa-masa suwung, kata srawung pun sebenarnya bukan untuk menjelaskan semangat berkumpul bersama, namun lebih banyak menjelaskan terhadap kesuwungan mereka. Bagaimana mungkin proyek bisnis dikerjakan dengan gotong royong yang mengorbankan waktu, tenaga bahkan biaya dari para penggagasnya, dalam konsep bisnis yang demikian itu tidak masuk akal.
Kenapa tidak masuk akal? Ya jelas masuk akal sekali.
Jadi begini, sekumpulan orang berkumpul menyepakati membuat bisnis, lantas segala hal modal berasal dari orang-orang tersebut dan yang mengerjakan adalah mereka sendiri. Sehari dua hari saya masih berkeyakinan mereka akan solid dan bersemangat dalam bekerjasama. Namun jika sudah mendekati waktu berbulan-bulan, saya akan menduga terjadi konflik. Ya salah satu penyebabnya adalah kecemburuan sosial. Ini pengalaman saya.
Kecemburuan sosial ini didasarkan pada aktivitas yang tidak sama, misal si A mengerjakan hal-hal berat, sedangkan si B mengerjakan hal-hal ringan namun pada porsinya, sudah sama. Kecemburuan sosial terjadi jika masing-masing person mengira bahwa dirinyalah yang paling berperan dalam proyek tersebut.